Karya kecil ini didorong oleh pencarian kearifan, bukan dari kata-kata para filsuf melainkan dari publik jagat maya. Telah cukup dibahas bahwa kemunculan internet dan media sosial mempengaruhi budaya nongkrong. Berbagai platform media sosial berhasil menegakkan diri sebagai ruang-ruang nongkrong maya favorit. Persoalannya, hal tersebut mendorong perubahan perilaku nongkrong secara drastis. Jika nongkrong fisik dulu diwarnai silaturahmi, nongkrong online kini lebih mendorong sikap egosentrik. Posting bukan semata berfungsi sebagai pengganti percakapan dialogis, melainkan menjadi ‘konten’ individual untuk mendulang followers. Dengan kata lain, nongkrong online – yang ironisnya dilakukan secara ‘kesepian’ – menjadi ajang peningkatan status diri. Namun apakah publik 100% sibuk dengan konten-konten pencitraan diri? Untungnya tidak. Konten yang satiris dan diangkat menjadi karya ini masih memendarkan kearifan langka, khususnya dalam soal perubahan iklim yang kini semakin kritis. “Kemarin 36ºC, sekarang 37ºC. Alhamdulilah (atau syukurlah) tiap hari derajat kita dinaikkan” (posting Pinterest dari akun sugiri). Sounds like a rare wisdom from the internet!

Rerata orang Indonesia yang kental budaya lisannya, gemar kumpul-kumpul mengobrol atau ‘nongkrong.’ Namun disrupsi digital sedikit banyak telah menggusur (sebagian) aktivitas nongkrong fisik masa lalu ke ruang-ruang maya. Bersama itu, jika dulu nongkrong real lebih diwarnai sosialisasi, nongkrong virtual kini lebih menjurus pada pencitraan diri. Tempat-tempat, obyek-obyek atau kejadian-kejadian khusus menjadi sasaran foto atau selfie jutaan orang untuk diunggah ke media sosial demi mendapat pengakuan. ‘I post therefore I am’ kini sepertinya menggusur ungkapan asli ‘I think therefore I am’ dari Descartes, yang menemukan kepastian diri dalam refleksi soliter kritis. Namun sekarang, kepastian diri orang didapat dari posting, jumlah like, follower dan rating maya. Meski demikian, masih ada online post yang isinya memancarkan daya refleksi kritis atas diri sendiri, meski lewat satir yang memancing tawa. Posting itu berbunyi: ‘save me… as jpg or png?’ Dunia riil atau posting maya saya yang lebih nyata?

Good designs, quite simply, can nourish the (broken) soul. They are sustaining, comforting, and always inspiring people to discover some sparkles and shines when the sun is out. This illustration wants to portrait how a good design can provide enlightenment and hope through a shower of encouragement.

Escapism of the glamorous state from the unconsciousness ego

Karya ini mencoba merefleksikan fenomena mistis yang dekat dengan masyarakat Indonesia mengalami transformasi di era digital menjadi konten viral berdampingan dengan algoritma membuat sensasi sosial.

This phenomenon often occurs and is experienced, so try to flashback whether it has ever happened to you.

Statement

\"Play Hard is Fun\" adalah energi dalam merayakan kerinduan masa kecil yang penuh semangat dan kegembiraan. Melalui perpaduan warna-warna cerah dan bentuk dinamis, karya ini menangkap esensi kebebasan dan kebahagiaan yang ditemukan saat kita sepenuhnya terlibat dalam aktivitas yang kita nikmati. Komposisi visualnya ingin mendeskripsikan bermain bukan hanya sekadar aktivitas, tetapi juga ekspresi murni dari sukacita dan vitalitas. Karya ini adalah pengingat visual yang kuat bahwa dalam kesibukan hidup, selalu ada ruang untuk bermain-main dan menemukan kesenangan di dalamnya. Jangan lupa bermain!

Silent traces of past glories